KODE IKLAN DFP 1 Download Persentasi Pendidikan Agama Islam Mengartikan Qs Al-Maun | kumpulan ilmu dan pengetahuan penting

Download Persentasi Pendidikan Agama Islam Mengartikan Qs Al-Maun

KODE IKLAN 200x200
KODE IKLAN 336x280
Download Persentasi Pendidikan Agama Islam Mengartikan QS Al-Maun-Sahabat semua kami akan menyajikan dulu perihal : Isi Kandungan Surat Al-Ma’un, yang dikutif dari : http://wirdarahmanipkn.blogspot.co.id/ inilah isinya :

Surat Al Maa’uun yakni di antara surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) atau surat Madaniyah (yang turun sehabis hijrah). Surat ini berisi klarifikasi mengenai orang-orang yang menerima bahaya sebab mendustakan hari pembalasan. Sifat mereka yakni tidak mengasihi anak yatim dan orang miskin, juga lalai dari shalat dan riya’ di dalamnya. Mereka pun enggan menolong orang lain dengan harta atau pun suatu manfaat.

Allah Ta’ala berfirman,

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

“Tahukah kau (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’  dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”


1. Mendustakan Hari Pembalasan

Dalam ayat pertama disebutkan,

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ

“Tahukah kau (orang) yang mendustakan hari pembalasan?”

(QS. Al Maa’uun: 1).

Mengenai kata “ينالد” (ad diin) dalam ayat di atas, ada empat pendapat: (1) aturan Allah, (2) hari perhitungan, (3) hari pembalasan dan (4) Al Qur’an. Demikian kata Ibnul Jauzi dalam kitab tafsirnya, Zaadul Masiir (9: 244).

Jadi ayat tersebut sanggup bermakna orang yang mendustakan aturan Allah, hari perhitungan, hari pembalasan atau mendustakan Al Qur’an.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ad diin yakni hari pembalasan, sehingga jikalau diartikan: “Tahukah kau orang yang mendustakan hari pembalasan?”

2. Tidak Menyayangi Anak Yatim dan Fakir Miskin

Setelah menyebutkan mengenai orang yang mendustakan hari pembelasan, kemudian disebutkan ayat,

فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3)

“Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”

Dalam dua ayat di atas digabungkan dua hal:

Tidak punya kasih sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang patut dikasihi. Perlu diketahui, yatim yakni yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh (dewasa). Dialah yang patut dikasihi sebab mereka tidak lagi mempunyai orang bau tanah yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini yakni orang yang menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka menolaknya dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya.

Tidak mendorong untuk mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal fakir dan miskin sangat butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak mendorong untuk menawarkan makan pada orang miskin sebab hatinya memang telah keras. Kaprikornus intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-benar keras.

3. Orang yang Lalai dari Shalatnya

Kemudian disebutkan mengenai sifat mereka lagi,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”.

Kata Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud di sini yakni orang-orang munafik yaitu yang mereka shalat di kala ada banyak orang, namun enggan shalat ketika sendirian. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691)

Dalam ayat disebutkan “لِلْمُصَلِّينَ”, bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang biasa shalat dan konsekuen dengannya, kemudian mereka lalai. Yang dimaksud lalai dari shalat sanggup meliputi beberapa pengertian:

Lalai dari mengerjakan shalat.

Lalai dari pengerjaannya dari waktu yang ditetapkan oleh syari’at, malah mengerjakannya di luar waktu yang ditetapkan.

Bisa juga makna lalai dari shalat yakni mengerjakannya selalu di final waktu selamanya atau umumnya.

Ada pula yang memaknakan lalai dari shalat yakni tidak memenuhi rukun dan syarat shalat sebagaimana yang diperintahkan.

Lalai dari shalat sanggup bermakna tidak khusyu’ dan tidak merenungkan yang dibaca dalam shalat.

Lalai dari shalat meliputi semua pengertian di atas. Setiap orang yang mempunyai sifat demikian, maka dialah yang disebut lalai dari shalat. Jika ia mempunyai seluruh sifat tersebut, maka semakin sempurnalah kecelakaan untuknya dan semakin tepat nifak ‘amali padanya.


4. Mereka yang Cari Muka dalam Ibadah

Disebutkan dalam lanjutan ayat,

الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ

“Orang-orang yang berbuat riya’ ”.

Riya’ yakni ingin amalannya nampak di hadapan orang lain, ibadahnya tidak nrimo sebab Allah, istilahnya ingin ‘cari muka’.

Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, “Barangsiapa yang –awalnya- melaksanakan amalanlillah (ikhlas sebab Allah), kemudian amalan tersebut nampak di hadapan insan kemudian ia pun takjub, maka menyerupai itu tidak dianggap riya’.”

Di antara tanda orang yang riya’ dalam shalatnya adalah:

Seringnya mengakhirkan waktu shalat tanpa ada udzur

Melaksanakan ibadah dengan malas-malasan.



5. Celakalah Al Maa’uun

Ayat terakhir,

وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

“dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.

Jika lihat dari terjemahan Al Qur’an, al maa’uun diterjemahkan dengan orang yang enggan menolong dengan barang berguna. Namun memang, para ulama tafsir berbeda pendapat dalam mendefinisikan al maa’uun. Sebagian berkata bahwa al maa’uun bermakna orang yang enggan bayar zakat. Yang lain lagi menyampaikan bahwa maksud al maa’uun yakni orang yang enggan taat. Yang lainnya lagi berkata sebagaimana yang kami maksudkan yaitu “يمنعون العارية”, mereka yang enggan meminjamkan barang kepada orang lain (di ketika saudaranya butuh). Tafsiran terakhir ini sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Tholib, yaitu jikalau ada yang ingin meminjam timba, periuk atau kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya.

Intinya, seluruh tafsiran di atas tepat. Semuanya kembali pada satu makna, yaitu al maa’uun yakni enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang bermanfaat.


Artikel di atas sanggup di download pada link di bawah ini.

Untuk Persentase pembelajaran interaktifnya sanggup di download pada link di bawah ini.
Semoga artikel ini bermanfaat. Amin
KODE IKLAN 300x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE IKLAN DFP 2
KODE IKLAN DFP 2